Selasa, 23 Juli 2019

Bahasa Asing di Ruang Publik, Perlukah?

"Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum." (Pasal 38 ayat 1, UU nomor 24 tahun 2019)

Kemarin, saya melewati daerah Bumi Serpong Damai. Di jalan, terlihat ada tulisan BUS LANE. Lalu di bawahnya, ada rambu penunjuk dan tak ada lagi keterangan apapun. Memang, apa susahnya, sih? menggunakan frasa JALUR BUS dibanding BUS LANE

Kadang, ada beberapa istilah yang digunakan karena orang lebih banyak tahu (walaupun tidak bisa dibenarkan juga), seperti ballroom. Tapi, apakah orang lebih tahu BUS LANE dibanding JALUR BUS? Saya rasa tidak. Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2019 pasal 38 ayat 1, secara jelas menyebutkan bahwa rambu umum wajib menggunakan bahasa Indonesia. Pada ayat selanjutnya, juga terdapat ketentuan bahwa rambu berbahasa Indonesia dapat disertai bahasa asing dan bahasa daerah. Jadi, bolehlah rambu JALUR BUS ditambah BUS LANE sebagai keterangan tambahan. 

Jadi, harusnya yang diutamakan bahasa Indonesia terlebih dahulu, barulah ditambah bahasa asing atau bahasa daerah jika diperlukan. Saya tidak tahu, apa penyebab utama fenomena yang saya sebut puber bahasa asing ini terjadi. Saya rasa, faktor utamanya adalah prestise. Orang terkesan lebih modern dan lebih "keren" apabila menggunakan bahasa asing. Padahal, ada undang-undang yang mengatur.

Pada pasal 44 di undang-undang yang sama, bahkan terdapat bagian tentang peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Tapi, bagaimana bahasa kita ini mau digunakan khalayak dunia kalau di "rumah sendiri" saja, kita masih ogah-ogahan   menggunakannya?

Kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, juga memunculkan paradigma terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa yang gampang. Masih banyak pemikiran tentang "ngapain belajar bahasa Indonesia? toh, dari kecil udah diajarin." Kalau pemikiran seperti ini terus berkembang, sulit membuat bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. 


Bahasa Inggris, Perancis atau Mandarin misalnya, bisa menjadi beberapa bahasa terbesar di dunia karena apa? bukan karena kebiasaan. Tapi, bahasa itu dipelajari. Banyak universitas yang membuka jurusan dari ketiga bahasa itu, akhirnya banyak yang mempelajari. Banyak yang mempelajari, membuat mengerti. Kalau sudah mengerti, akan bangga menggunakannya, cinta dengan segala kaidahnya.

Kembali ke pembahasan awal, seberapa perlu menggunakan bahasa asing di ruang publik? jawabannya: perlu. Sebagai penjelas bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa utama. Kalau bukan kita, sebagai masyarakat dengan bahasa ibu bahasa Indonesia yang menggunakan dan bangga akan bahasa ibu kita ini, siapa lagi?

Sebelum kita mengorbitkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, harusnya kita dulu yang mengerti dan menguasai. Malu kan, kalau ternyata orang asing yang lebih Indonesia dibanding orang Indonesia sendiri?


Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing. Bisa Bahasa.

0 komentar:

Posting Komentar